Dua bulan lebih berlalu, polisi tak berkutik mengungkap penyiraman terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan. Sejak 11 April 2017, Novel Baswedan harus menjalani perawatan setelah wajahnya disiram dua orang asing memakai air keras sehabis salat subuh di masjid kompleks perumahannya. Meski penglihatannya tak akan kembali seratus persen, Novel optimistis bisa menjadi penyidik KPK lagi untuk terus mengungkap banyak skandal korupsi besar di negeri ini.
Novel Baswedan menceritakan hari-harinya yang dihabiskan di ranjang Singapore General Hospital Singapura, upayanya menyelidiki pelaku penyiraman saat sakit, teror sebelum penyiraman, hingga keheranannya terhadap penyidikan oleh polisi yang mandek. Beberapa informasi ia minta tak ditayangkan, terutama yang menyangkut kasus-kasus besar yang ia tangani, seperti korupsi simulator surat izin mengemudi, kartu tanda penduduk elektronik, dan suap impor daging.
Bagaimana Anda mendapatkan foto Ahmad Lestaluhu?
Saya mendapat foto itu dari salah satu perwira menengah di Densus 88 (Detasemen Khusus 88 Antiteror) sekitar sepekan setelah kejadian. Jadi bukan tiba-tiba saya memberikan foto itu kepada penyidik di Kepolisian Daerah Metro Jakarta.
Anda tanya bagaimana perwira itu mendapat foto Lestaluhu?
Saya tanya bagaimana ia mendapatkan foto itu. Mereka melakukan metodologi dalam praktik penyelidikan sebagaimana mereka mencari pelaku teroris. Nah, mereka mendapatkan foto-foto. Salah satunya foto yang ada dia itu. Saya konfirmasikan foto-foto itu kepada tetangga di sekitar rumah. Betulkah ini pelakunya? Semuanya mengatakan, ya, benar. Tetangga yang mengetahui kejadian itu banyak.
Mengapa perwira Densus itu mencari foto penyiram Anda? Apakah itu tugas dia?
Saya tanya seperti itu juga. Dia mengatakan mendapat tugas dari Kepala Polri secara langsung untuk mencari pelakunya.
Apakah ada hubungan keluarga antara Anda dan perwira itu?
Tidak ada. Hanya hubungan tugas. Sewaktu saya taruna, beliau senior saya. Jadi sempat kenal. Dia bekerja, kemudian mengkonfirmasi kepada saya. Sebelumnya, dia mengirim orang ke rumah. Dua atau tiga orang mengkonfirmasi kepada keluarga saya. Keluarga di rumah tidak bisa memberi informasi apa-apa dan mereka belum tahu siapa yang sedang berbicara. Mereka takut para polisi ini hanya mengaku-aku. Para polisi ini lalu memberikan nomor telepon atasannya. Keluarga saya lalu memberikan nomor itu kepada saya. Saya kontak dari sini. Dari situlah saya mendapatkan foto-foto itu.
Apakah tim yang datang ke rumah Anda itu anggota Densus seluruhnya?
Saya tidak tahu. Tapi saya melihat itu ada korelasinya dengan janji Kapolri kepada saya untuk mengungkap dengan serius perkara ini. Jadi, ketika ada orang Densus bilang begitu, saya percaya.
Kapan Kapolri berjanji?
Setelah kejadian, saya menelepon. Lalu Kapolri menengok saya. Beliau berjanji akan mengusut secara serius kasus ini. Saya percaya kepada beliau.
Apakah perwira itu yakin Ahmad Lestaluhu adalah penyiram Anda?
Dia menduga ini pelakunya, lalu minta mengkonfirmasinya.
Anda juga yakin?
Ini kejahatan yang mudah diungkap, bukan kejahatan yang terjadi di tempat sepi, di tempat yang enggak ada saksinya. Saksinya banyak, buktinya juga banyak. Jika hampir dua bulan polisi belum bisa mengungkap, saya kasihan kepada polisi. Artinya, kualitas mereka jelek sekali.
Sebagai penyidik, berapa lama kira-kira kasus ini terungkap?
Menurut saya, sepekan saja sudah terlalu lama. Jadi saya tidak hanya kasihan kepada polisi, tapi juga kepada rakyat Indonesia karena punya penegak hukum yang kualitasnya jelek. Satu-satunya penegak hukum tapi kualitasnya buruk. Kasihan, kan?
Anda melihat faktor lain?
Saya mendapat informasi dari kalangan internal Polri bahwa penyidik tidak bersungguh-sungguh karena banyak orang yang terlibat dalam kasus ini. Itu yang menjadi problem. Saya kira Tempo sudah tahu siapa saja yang terlibat....
Adanya Jenderal Polisi yang Terlibat Dibalik Penyerangan Novel Baswedan?
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan buka suara mengenai kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.
Dalam sebuah wawancara kepada Time, Novel mengatakan bahwa serangan itu terkait sejumlah kasus korupsi yang ditanganinya.
"Begitu banyak korupsi untuk dilawan," kata Novel kepada Time.
Saat diwawancara Time, Novel masih dalam proses penyembuhan terhadap matanya yang terkena siraman air keras. Sebuah pelindung mata terlihat terpasang di wajahnya untuk melindungi penglihatannya yang mulai membaik.
Dalam perhitungan Novel, serangan air keras itu merupakan kali keenam dia mendapat serangan terkait pekerjaannya sebagai penyidik KPK.
Pada 2011, sebuah mobil nyaris menabraknya saat dia mengendarai sepeda motor. Novel sempat berpikir bahwa itu adalah kejadian biasa. Namun, pikiran itu berubah saat kejadian yang sama terulang pada pekan berikutnya.
Terhadap serangan air keras yang terjadi usai dia menunaikan shalat subuh itu, Novel pun berharap polisi bisa segera menemukan pelakunya. Namun, sekitar dua bulan sejak peristiwa itu terjadi, polisi hingga kini belum menemukan pelakunya.
Novel pun menduga ada "orang kuat" yang menjadi dalang serangan itu. Bahkan, dia mendapat informasi bahwa seorang jenderal polisi ikut terlibat.
"Saya memang mendapat informasi bahwa seorang jenderal polisi terlibat," kata Novel.
"Awalnya saya mengira informasi itu salah. Tapi setelah dua bulan dan kasus itu belum juga selesai, saya mengatakan (kepada yang memberi informasi itu), sepertinya informasi itu benar," kata Novel.
Reaksi Polri
Menanggapi informasi tersebut, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Pol Martinus Sitompul menyatakan, seharusnya Novel Baswedan sebagai korban penyerangan air keras menyampaikan setiap informasi penting yang diketahuinya kepada penyidik Polda Metro Jaya yang menangani kasusnya.
Selain agar bisa ditindaklanjuti dan dikroscek kebenarannya, juga untuk menghindari penilaian pernyataan Novel itu sebuah tuduhan atau tudingan kepada pihak tertentu.
"Informasi-informasi yang dianggap penting oleh saudara Novel hendaknya disampaikan kepada penyidik, supaya tidak terjadi sebuah tendensi atau tudingan," ujar Kombes Pol Martinus Sitompul, dikutip dari Tribunnews.com.
"Karena informasi itu kan harus diuji, tidak dibiarkan, kalau diberikan kepada penyidik. Nanti kami akan teruskan, kami akan selidiki," kata dia.
Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian sebelumnya mengatakan bahwa Polri berusaha keras untuk menangkap pelaku teror terhadap Novel Baswedan.
Bahkan, Tito menyebut ada kemungkinan keterlibatan Miryam S Haryani, anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 yang saat ini terlibat kasus e-KTP.
Ia mengungkapkan, dalam menangani kasus penyiraman terhadap Novel, polisi menggunakan metode induktif berdasarkan olah TKP dan deduktif berdasarkan orang-orang yang berpotensi terlibat.
Tito menambahkan, dalam penggunaan metode deduktif tadi, sejauh ini polisi telah memeriksa dua orang, yakni Miryam dan Miko yang belakangan muncul melalui videonya di YouTube.
Sedangkan melalui metode induktif, polisi sudah memeriksa tiga orang, di antaranya Muhammad Lestaluhu, dan belum menemukan hasil yang sudah positif.
"Semenjak 11 April, Polri telah membentuk tim gabungan yang berasal dari Polres Jakarta Utara, Polda Metro Jaya, dan Mabes Polri dan ini terus bekerja," ujar Tito.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar