Setidaknya tercatat 16 kali operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sepanjang 13 Januari – 15 Desember 2016.
OTT tersebut menyasar berbagai kalangan mulai dari eksekutif di pemerintah di daerah, legislatif di pemerintahan pusat dan daerah hingga yudikatif yaitu hakim baik di Jakarta, Bengkulu hingga pejabat di Mahkamah Agung.
Praktik OTT pertama dilakukan terhadap anggota Komisi V DPR dari PDI-P Damayanti Wisnu Putranti pada 13 Januari 2016. Ia ditangkap bersama dengan Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, serta dua rekan Damayanti: Dessy A. Edwin serta Julia Prasetyarini.
Keempatnya menjadi tersangka korupsi proyek dana aspirasi pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara dengan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Dalam pengembangan penyidikan, KPK juga menetapkan anggota Komisi V dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto dan dari Fraksi PAN Andi Taufan Tiro sebagai tersangka sedangkan dari Kementerian PUPR ada Kepala Balai Badan Pembangunan Jalan Nasional IX wilayah Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary ikut menjadi tersangka.
Damayanti sudah divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan, Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi juga sudah divonis masing-masing 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Sedangkan Abdul Khoir divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 5 bulan kurungan, sedangkan mantan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 2 bulan kurungan.
Kedua, pada 12 Februari 2016, KPK melakukan OTT terhadap Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna, pengusaha Ichsan Suaidi dan pengacaranya Awang Lazuardi Embat. Perkara ini adalah suap penundaan pengiriman salinan kasasi Ichsan yang divonis lima tahun penjara oleh MA.
Ketiga, pada 31 Maret 2016, KPK menambankan Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko, Senior Manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno, serta pengusaha Marudut Pakpahan.
Ketiganya diduga akan menyuap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu sebesar Rp2 miliar terkait penyelidikan dugaan korupsi yang dilakukan PT Brantas. Meski Sudi Dandung dan Marudut sudah dinyatakan terbukti bersalah sebagai penyuap, namun KPK hingga saat ini belum menetapkan tersangka penerima suap meski sudah memeriksa Sudung dan Tomo di tingkat penyidikan maupun penuntutan.
Keempat, masih pada 31 Maret 2016, KPK menangkap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dan Personal Assistant PT Agung Podomoro Land (APL) Trinanda Prihantoro. Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja kemudian juga menyerahkan diri.
Ariesman terbukti menyuap Sanusi Rp2 miliar untuk mempercepat pembahasan rancangan peraturan derah reklamasi Teluk Jakarta.
Meski mengkategorikan koruspi ini sebagai “grand corruption” tapi KPK tampak berhenti mengusut kasus ini hanya sampai pada Ariesman dan Sanusi padahal dalam persidangan tampak peran pihak lain seperti pendiri Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan maupun peran Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi dan Ketua Balegda Mohamad Taufik yang juga kakak kandung Sanusi.
Kelima, berselang tidak sampai dua pekan, KPK melakukan OTT kepada Bupati Subang Ojang Sohandi pada 11 April 2016. Ia diamankan bersama dengan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Jajang Abdul Holik, dan istri Jajang, Lenih Marliani.
Ketiganya disangka menyuap Jaksa Kejati Jabar yang menangani perkara itu yaitu Devianti Rochaeni dan Fahri Nurmalo. Dalam pengembangannya, Ojang juga disangkakan menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang.
Keenam, pada 20 April 2016, KPK melakukan OTT terhadap panitera Pengadilan Jakarta Pusat Edy Nasution. Ia disangkakan menerima suap Rp150 juta dari pengusaha Doddy Aryanto Supeno untuk mengurus tiga perkara yang dihadapi Lippo Group di PN Jakarta Pusat.
KPK pun sudah menggeledah rumah Sekretaris MA Nurhadi, namun KPK tampak kehilangan arah karena tidak kunjung menemukan supir Nurhadi bernama Royani yang menjadi penghubung kegiatan Nurhadi selama ini.
KPK juga tidak menemukan komisaris Lippo Grup Eddy Sindoro yang dalam setiap pemeriksaan saksi di penyidikan dan penuntutan disebut sebagai orang yang paling punya inisiatif dalam mengatur perkara di pengadilan dan MA. Edy Nasution divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Ketujuh, masih terkait tubuh pengadilan, KPK menangkap Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba, Panitera Pengganti PN Bengkulu Badarudin Bacshin, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bengkulu Toton, mantan Kabag Keuangan RS M. Yunus Safri Safei, dan mantan Wakil Direktur Umum, dan Keuangan RS M.Yunus Edi Santoni pada 23 Mei 2016.
Hakim Janner dan Toton diduga menerima Rp780 juta dalam perkara tipikor dalam terkait honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus Kota Bengkulu TA 2011 yang melibatkan Edi Santoni dan Safri.
Kedelapan, KPK pada 15 Juni 2016 melakukan OTT terhadap kakak pedangdut Saipul Jamil, Samsul Hidayatullah bersama pengacara Saipul Berthanatalia Ruruk Kariman dan Kasman Sangaji, dan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara Rohadi.
Samsul, Bertha dan Kasman diduga menyual Rohadi sebesar Rp300 juta untuk mengatur majelis hakim dan mengurani putusan Saipul dalam perkara asusila. Dalam pengembangannya, KPK juga menetapkan Rohadi sebagai tersangka penerimaan gratifikasi karena ditemukan uang Rp700 juta di mobil Rohadi saat OTT padahal bukan dari Samsul cs.
Rohadi yang bergaji Rp8 juta per bulan itu juga disangkakan tindak pidana pencucian uang karena memiliki sejumlah rumah mewah di Jakarta hingga rumah sakit, kapal dan usaha rental mobil di Indramayu.
Kesembilan, pada 28 Juni 2016 KPK mengamankan anggota Komisi III DPR dari fraksi Partai Demokrat I Putu Sudiartana bersama dengan staf ahlinya Noviyanti, orang dekat Sudiartana Suhemi, Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Suprapto dan Pengusaha Yogan Askan.
Putu diduga menerima Rp500 juta untuk meloloskan Dana Alokasi Khusus (DAK) kegiatan sarana dan prasarana penunjang tahun anggaran 2016 untuk provinsi Sumatera Barat. Dalam persidangan juga terungkap Rp500 juta itu juga ingin disetorkan kepada Partai Demokrat.
Kesepuluh, anggota PN Jakarta Pusat kembali tertangkap pada 30 Juni 2016. Kali ini KPK melakukan OTT terhadap panitera Santoso bersama dengan staf Wiranatakusumah Legal & Consultant Ahmad Yani, selanjutnya pemilik firma hukum tersebut yaitu Raoul Adhitya Wiranatakusumah menyerahkan diri beberapa hari selanjutnya.
Keduanya disangkakan menyuap sebesar 28 ribu dolar Singapura kepada dua hakim PN Jakpus Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui Santoso. Partahi Tulus Hutapea adalah anggota majelis hakim dalam perkara terdakwa Jessica Kumala Wongso dituntut 20 tahun penjara karena dalam kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.
Sementara Casmaya adalah hakim yang juga banyak menangani perkara korupsi salah satunya anggota majelis hakim dalam perkara suap kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu.
Kesebelas, KPK menangkap Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian, Kasubag Rumah Tangga Pemkab Banyuasin Rustami, Kepala Dinas Pendidikan Banyuasin Umar Usman, Kepala Seksi Pembangunan Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Dinas Pendidikan Banyuasin Sutaryo, Pengusaha Kirman, dan Pemilik CV Putra Pratama Zulfikar Muharrami pada 4 September 2016.
Yan Anton disangka menerima Rp1 miliar dari pengusaha untuk biaya ibadah haji bagi dirinya dan istrinya.
Keduabelas, KPK pada 17 September 2016 mengamankan Ketua Dewan Perwakilan Daerah Irman Gusman bersama dengan Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan istrinya Memi karena diduga menerima Rp100 juta sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi ke Bulog agar Xaverius dapat mendapatkan jatah untuk gula impor di Sumbar.
Selain ketiganya, KPK juga menetapkan jaksa Kejati Sumbar Farizal sebagai tersangka karena diduga menerima Rp365 juta dari Xaveriandy sebagai jaksa yang mengusut perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton dimana Xaverius merupakan terdakwanya.
Ketigabelas, KPK mengamankan Ketua Komisi A DPRD Kebumen dari fraksi Partai Demokrat Yudhy Tri H dan Pegawai Negeri Sipil Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Kebumen Sigit Widodo karena diduga menerima Rp750 juta terkait proyek pengadaan di Dinas Pendidikan dan Dinas Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Kebumen dengan total nilai proyek Rp4,8 miliar.
Selain itu KPK mengamankan empat orang lain yang masih berstatus saksi yaitu Ketua fraksi PDI-Perjuangan DPRD Kebumen Dian Lestari, anggota DPRD Kebumen dari fraksi PAN Suhartono, Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten Kebumen Andi Pandowo serta Direktur PT OSMA cabang Kebumen Salim.
Namun baru Yudhy dan Sigit yang ditetapkan sebagai penerima suap, KPK belum menetapkan pemberi suap dan baru menghimbau Direktur PT OSMA yang berada di Jakarta, Hartoyo untuk datang ke KPK dan memberikan klarifikasi.
Keempat belas, OTT terhadap Country Director PT E.K.Prima Ekspor Indonesia (EKP) Rajesh Rajamohanan Nain sebagai pemberi suap dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebagai penerima suap.
Rajesh dan Handang diamankan dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada 21 November 2011 saat terjadi penyerahan uang dari Rajesh ke Handan sebesar 148.500 dolar AS atau setara Rp1,9 miliar yang merupakan komitmen total Rp6 miliar agar Handan mencabut Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang ekspor dan bunga tagihan pada tahun 2014-2015 senilai Rp78 miliar.
Kelima belas, KPK melakukan OTT terhadap Wali Kota Cimahi 2012-2017 Atty Suharty dan suaminya M Itoc Tochija yang merupakan Wali Kota Cimahi 2002-2012 pada 1 Desember 2012.
Keduanya diduga menerima suap dari pengusaha bernama Triswara Dhanu Brata dan Hendirza Soleh Gunadi untuk pembangunan Pasar Atas Baru tahap II di Cimahi senilai Rp57 miliar. Kesepakatan antara walikota dan pengusaha, Atty dan suaminya Itoc menerima Rp6 miliar tapi baru ada pemberian Rp500 juta yang diberikan melalui transfer.
Keenam belas, KPK mengamankan Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi pada 14 Desember 2016. Eko diamankan bersama dengan tiga orang dari PT Melati Technofo Indonesia yaitu Hardy Stefanus, Muhammad Adami Okta dan Danang Sri Radityo di dua tempat berbeda di Jakarta.
Eko diduga menerima Rp2 miliar sebagai bagian dari Rp15 miliar “commitment fee” yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp200 miliar. KPK pun menetapkan Eko sebagai tersangka penerima suap sedangkan tersangka pemberi suap adalah Hardy Stefanus, Muhammad Adami Okta dan Direktur Utama PT MTI Fahmi Darmawansyah.
OTT tersebut pun bisa saja bertambah karena KPK mendapatkan tambahan penyidik baru dari Polri dan Kejaksaan pada tahun ini.
18 Des 2016
OTT KPK Sepanjang Tahun 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar