5 Des 2016

Waldjinah, Sosok Maestro Keroncong yang Layak Dicatat Sejarah

Beberapa tahun lalu, Ning Hening ingin menulis biografi maestro keroncong Gesang Martohartono. Namun sebelum niat itu terlaksana, Gesang meninggal dunia di tahun 2010. Ia pun teringat bahwa Waldjinah merupakan salah satu maestro keroncong yang masih hidup, dan Waldjinah adalah sosok yang menjadi kesayangan Gesang, hingga timbul keinginan Ning untuk menulis buku tentang Waldjinah.

“Tanpa menjadi kesayangan Gesang, Waldjinah pun sangat layak dicatat sejarah. Karena beiau aset bangsa di bidang kesenian yang mengharumkan Indonesia. Sudah semestinya ada yang mencatat perjalanan beliau,” kata Hening kepada Jitunews.com di Solo, beberapa waktu lalu.

Dunia tulis menulis memang tidak asing bagi Ning Hening. Pemilik nama asli Yulia Damayanti Purnomo ini merupakan mantan wartawan media nasional. Ia pun merasa beruntung bisa lebih dekat dengan Waldjinah lewat menulis buku.

“Saya kenal beliau karena menulis buku. Sebelumnya mengenal beliau sebagai artis. Saat menjadi wartawan, saya tidak pernah meliput kegiatan Waljdinah karena tuntunan kantor berbeda, tidak ke seni,” ucap perempuan kelahiran Surabaya, 24 Juli 1976 itu.

“Begitu kenal, ibu mengesankan. Ibu orang yang sangat kooperatif, low profile dan tidak hilang Jawanya. Saya ini siapa? Beliau dengan nama yang semegah itu percaya kepada saya untuk menulis kisah-kisahnya. Itu hal yang membesarkan hati saya. Beliau tidak kenal saya tetapi beliau mempercayai saya,” imbuhnya.

Hening menjelaskan, buku biografi Waldjinah mulai dikerjakan pada tahun 2014 bersama Widi Ardiyanto Soebekti dan Tim Laskar Adi Wiyata Pena, divisi dari komunitas Rumah Menulis Kebegyoni.
Buku tersebut awalnya ditulis berdasarkan wawancara dengan Ari Mulyono, putra keempat Waldjinah, dan sempat diterbitkan secara terbatas. Setelah dilirik produser dari Jakarta, buku tersebut disempurnakan dengan wawancara langsung dengan Waldjinah.

“Saat penulisan awal, ibu belum bisa bicara banyak karena beliau sedang sakit. Ketika mau diterbitkan ulang secara massal, maka buku itu butuh jiwa, ada revisi. Saya melakukan penyempurnaan. Setelah ibu sehat saya mewancarai beliau. Kurang lebih ada 16 kali pertemuan dengan ibu,” terangnya.

Buku tersebut berkisah tentang kisah hidup Waldjinah, perjalanan karirnya di Indonesia maupun sebagai wakil Indonesia di berbagai misi kesenian dunia. Hal-hal yang belum banyak diketahui orang dari Waldjinah, juga berhasil ia korek, seperti kisah percintaannya, hingga hobinya merawat tanaman dan penyayang binatang.

Cerita saat Waldjinah sakit selama delapan bulan pun tak luput ia tuliskan. Hening mengatakan, Waldjinah sempat jatuh sakit dan tidak makan selama delapan bulan, selain makan tepung garut.

“Ibu bilang ke saya, ‘Mengapa saya disehatkan oleh Tuhan? Akan akan ada apa? Iki nyawa balen (ini nyawa yang kembali)’. Akhirnya, ibu pingin berkarya lewat buku dan kembali rekaman,” ujarnya.

Hening berharap, saat peluncuran buku dan album tersebut, Waldjinah dalam keadaan sehat dan bisa menyaksikan langsung.
Sementara, Agi Sugiyanto, pemilik sebuah label musik di Jakarta yang bertindak sebagai Pimpinan Proyek penerbitan buku biografi dan album Waldjinah menyatakan, kedua karya tersebut akan diluncurkan secara berbarengan pada awal tahun 2017.

“Mudah-mudahan ini menjadi karya yang fenomenal. Ini sebuah oase, sebuah momentum untuk sang maestro," kata Agi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar