Undang-undang 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE) yang sudah direvisi mulai terasa mengekang kebebasan berekspresi. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan, akun-akun media sosial yang bukan milik tim kampanye, alias tidak didaftarkan ke KPU, dilarang melakukan kampanye di media sosial.
Menurut Komisioner Bawaslu Divisi Bidang Hukum dan Penindakan Pelanggaran, Muhammad Jufri, akun-akun yang berkampanye atau kampanye hitam akan dikenai hukuman pidana sesuai dengan UU ITE yang berlaku sejak Senin (28/11) lalu.
Akun yang bukan dari tim kampanye dilarang digunakan untuk kampanye. Jika dipakai, siap-siap dengan hukuman. "Akan kena pasal pidana," kata Jufri dengan tegas seperti dipetik dari detik.com.
Jufri menjelaskan, kampanye di media sosial memang jauh lebih murah dan cepat dibanding dengan kampanye secara tatap muka. Tapi dengan resminya pemberlakuan UU ITE, Jufri berharap masyarakat dapat mengontrol segala kegiatannya di dunia maya, terutama yang menyangkut politik ataupun SARA.
Namun Jufri tak menyebut pasal mana yang rentan dilanggar jika seseorang menggunakan akun pribadinya untuk kampanye. Dari pasal yang ada, pasal 27 yang kerap menjadi pasal karet. Pasal pencemaran nama baik ini, usai direvisi, ancaman hukumannya maksimal empat tahun. Tapi, pasal ini bukan hanya menyasar pengunggah informasi. Mendistribusikan suatu informasi juga bisa kena jerat pidana.
Sejak awal muncul delapan tahun lalu, UU ITE sudah mendulang pro-kontra publik. Aturan itu dianggap sebagian kalangan mengancam kebebasan berekspresi. Korban-korban yang terkena beleid itu mencapai puluhan.
Mulai dari kasus Prita Mulyasari hingga Yusniar. Menurut catatan lembaga pengamat media, Remotivi, aturan ini banyak dipakai pejabat pemerintah. Dari total 126 laporan, ada 50 laporan aparat pemerintah yang mendaku sebagai korban.
Urusan aturan kampanye, dalam Peraturan KPU No. 7/2015 tentang Kampanye Pilkada Serentak pasal 41, 46, 47 dan 48 disebutkan kampanye bisa dilakukan lewat media sosial, oleh pasangan calon atau tim kampanye. Mereka bisa membuat akun untuk keperluan selama masa kampanye.
Akun media sosial yang dipakai untuk kampanye harus didaftarkan ke KPUD setempat, paling lambat sehari sebelum masa kampanye. Bawaslu melengkapi PKPU tersebut dengan mengeluarkan Peraturan Bawaslu nomor 10 tahun 2015 tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan, membatasi jumlah akun yang boleh digunakan untuk kampanye maksimal tiga akun selama masa kampanye.
Dalam kasus Pilkada DKI Jakarta, Ketua KPUD DKI Jakarta Sumarno bulan lalu pernah berpesan, KPUD hanya melaksanakan sanksi yang ditetapkan Bawaslu apabila ada pelanggaran yang dilakukan tim kampanye resmi pasangan calon.
Jika ada simpatisan di luar tim kampanye resmi yang menyebarkan isu SARA atau menghasut, akan kena UU ITE. "Nanti pihak kepolisian yang menindak," ujar Sumarno seperti dinukil dari Kompas.com.
Adapun istilah kampanye atau "Kampanye Pemilihan" dalam UU No. 8/2015 dijelaskan sebagai "kegiatan untuk meyakinkan Pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota".
6 Des 2016
Banwaslu: Ancaman Pidana Bagi Akun Media Sosial yang Melakukan Kampanye
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar