30 Nov 2016

Saling Lapor Polisi Pasca Aksi Demo 4/11

Sejumlah ormas Islam melakukan aksi unjuk rasa di Jakarta, Jumat (4/11/2016) guna menuntut Polri memproses hukum Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas kasus dugaan penistaan agama .

Aksi yang awalnya damai itu berubah menjadi anarkis usai shalat Isya yang menyebabkan petugas melepaskan tembakan gas air untuk membubarkan konsentrasi pengunjuk rasa.

Akibat kerusuhan itu sebanyak 350 orang dari aparat gabungan dan massa pengunjuk rasa terluka dan 21 kendaraan hancur dirusak demonstran.

Pada Rabu (16/11/2016), Ahok ditetapkan sebagai tersangka kasus penistaan agama terkait ucapan yang dilontarkan saat melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Sejalan dengan berakhirnya aksi damai 4/11 maupun Ahok yang telah ditetapkan sebagai tersangka tersebut, masih menyisakan "cerita" dengan adanya sejumlah laporan dari beberapa kelompok masyarakat kepada pihak kepolisian.

Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) melaporkan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah ke Polri terkait dugaan penghasutan dan makar saat unjuk rasa 4 November 2016.

Anggota Bara JP Birgaldo Sinaga menilai Fahri telah memutarbalikan fakta dengan bahasa yang sangat provokatif dengan menuduh Presiden Jokowi melakukan penghinaan terhadap ulama dan menuduh Presiden Jokowi telah membiarkan dan melindungi penista agama.

Fahri, kata Birdalgo, juga telah menuduh Presiden Jokowi seolah-olah presiden harus dilengserkan di mana ia mengatakan pada saat orasi dalam unjuk rasa itu ada dua cara melengserkan presiden, yakni "impeachment" melalui DPR dan melalui parlemen jalanan.

Akibatnya, kata dia, banyak teriakan-terikan di sana saat mendengarkan orasi itu untuk menyerukan turunkan Presiden Jokowi, akibatnya masa yang harus bubar pukul 18.00 WIB sesuai UU tetap bertahan hingga sampai dini hari bahkan berkeinginan menduduki Gedung DPR.

Fahri juga memberi jalan agar pintu gerbang DPR dibuka untuk dimasuki para demonstran.

Selain itu, pihaknya juga membawa barang bukti berupa hasil "print out" dari dua media internet serta rekaman video saat Fahri Hamzah berorasi.

Ia menyatakan Fahri bisa melanggar Pasal 160 KUHP tentang penghasutan.

Sementara Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melaporkan Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri karena diduga mengucapkan ucapan-ucapan provokatif saat aksi unjuk rasa 4 November 2016 lalu.

Ketua PB HMI Mulyadi P Tamsir HMI mengatakan di dalam video Iriawan mengucapkan kata-kata yang provokatif, "kejar HMI, pukuli dia, dia provokatornya".

Ia menilai ucapan Kapolda Metro Jaya itu mengakibatkan pihaknya merasa diadu domba dan dihasut atas aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh itu.

Sementara itu, tim kuasa hukum PB HMI, Muhammad Syukurmandar mengaku telah menyiapkan saksi dari kader-kader HMI yang berada dekat dengan Kapolda Metro Jaya saat kejadian tersebut.

Dia menilai Kapolda Metro Jaya telah melanggar pasal 160 KUHP tentang penghasutan dan pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.

Lain halnya dengan Forum Silaturahmi Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lintas Generasi melaporkan presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Polri terkait pidato pada 2 November 2016 yang dianggap telah memprovokasi masyarakat saat aksi unjuk rasa 4 November 2016.

"Awal penyampaian dalam pidato itu cinta damai, namun setelah dipelajari pidato itu mengandung hasutan dan kebencian etnis tertentu," kata Koordinator Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi Mustaghfirien.

Ia menyatakan dalam pidato itu, SBY menyampakan bahwa 200 juta rakyat jangan tersandera dengan satu orang dan sampai "lebaran kuda" pun demo akan terus terjadi, kalau Ahok tidak diadili dan dipersalahkan.

Dia menilai pernyataan SBY tersebut cenderung politis kepada Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Sebagai mantan kepala negara harusnya memberi pernyataan menyejukan tetapi ini malah memprovokasi.

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin pun telah mengklarifikasi terkait Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi terkait laporan terhadap SBY itu.

Menurutnya, laporan mereka belum ada karena banyak syarat-syarat formal yang belum mereka lengkapi sehingga secara jelas belum ada laporan mereka tetapi disayangkan sudah gembor di mana-mana berita di media massa.

Menurutnya, berdasarkan pernyataan dari Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menyatakan bahwa Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi itu tidak ada.

"Jadi, kesimpulannya organisasi ini hanya mengaku-ngaku. Karena bagaimana pun kalau mengatasnamakan struktur, orang-orang itu ada di dalam struktur. Jadi, orang-orang itu tidak jelas tidak punya kapasitas hak sama sekali untuk melaporkan," tuturnya.

Dia berharap kepolisian melihat fakta-fakta itu karena data mereka juga kurang didukung dengan bukti fakta yang bisa menunjukan mereka sebagai organisasi struktur HMI.

Yang juga menjadi perhatian adalah saat Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) melaporkan Ahok terkait dugaan tindak pidana fitnah dan penghinaan dengan pernyataan bahwa sebagian besar demonstran 4 November 2016 dibayar Rp500 ribu perorang.

ACTA menyatakan pernyataan yang diduga fitnah itu pihaknya dapatkan dari laman mobile.abc.net.au dengan judul berita "Jakarta Governor Ahok Suspect in blasphemy case, Indonesia Police say" yang diposting pada Rabu (16/11).

"Di dalamnya juga terdapat rekaman video pernyataan langsung Ahok yang secara garis besar mengatakan "It's not easy, you send more than 100.000 people, most of them if you look at the news, said they got the money 500.000 rupiahs"," kata perwakilan ACTA, Habiburokhman.

Artinya, kata dia, kurang lebih "tidak mudah mengirim 100 ribu orang sebagian besar dari mereka apabila anda membaca berita mereka mendapatkan uang Rp500 ribu.

Ia menyatakan perlu dicatat bahwa banyak di antara peserta demo 4 November adalah ulama sehingga menuduh demonstran 4 November dibayar sama saja dengan menghina ulama.

Sementara itu, Herdiansyah, pelapor dari kasus ini mengatakan bahwa kita sebagai WNI diatur untuk mengemukakan pendapatnya di muka umum dan dirinya tergerak untuk turun dalam demo 4 November itu.

"Tapi saya difitnah dengan mengatakan saya dibayar Rp500 ribu. Tolong tunjukkan siapa yang dibayar itu dalam aksi 4 November. Saya kan peserta aksi nah saya termasuk, kalau memang Pak Ahok tahu ada yang dibayar tunjukkan siapa itu karena saya merasa itu dituduhkan karena saya peserta aksi 4 November," tuturnya.

Menanggapi hal itu, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan Polri akan mempelajari soal orasi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah maupun aktor-aktor politik saat aksi unjuk rasa 4 November 2016 lalu.

"Ya kami akan pelajari apakah itu bisa masuk ke dalam pasal makar. Kalau masuk ke dalam makar ya kami proses hukum, prinsipnya begitu," katanya.

Sementara terkait aktor-aktor politik yang terlibat dalam aksi unjuk rasa itu, Tito menyatakan apabila mereka turun hanya untuk demo tidak masalah.

Menurutnya, hal itu merupakan hak sebagai warga negara kebebasan berekspresi tetapi pada saat ekspresi itu kalau mengucapkan kata-kata berbau makar maka tidak boleh karena itu inkonstitusional.

Dia pun masih melakukan penyelidikan terkait aktor-aktor politik yang diduga menunggangi aksi unjuk rasa 4 November 2016 itu "Itu kan diperlukan pembuktian, kami sekarang sudah melakukan langkah-langkah penyelidikan dan pendalaman sambil mencoba untuk mencari bukti-buktinya," ucap Kapolri.

Dia mengingatkan masyarakat harus bersikap rasional dalam melakukan aksi unjuk rasa untuk menjaga ketertiban umum.

Masyarakat harus bersikap rasional betul-betul berpikir kalau mau melakukan demo tujuannya apa, alasannya apa, harus jelas, kata Kapolri.

Dia tidak mempermasalahkan masyarakat untuk melakukan aksi unjuk rasa karena itu hak warga negara sebagai bagian dari kebebasan berekspresi.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Kombes Pol Rikwanto mengatakan apabila terjadi demonstrasi susulan maka tidak revelan lagi dengan isu yang diangkat pada aksi damai 4 November 2016 lalu.

"Kalau dikaitkan unjuk rasa yang 4 November temanya proses Ahok, sekarang sudah diproses hukum sedang berjalan dan kami proses secepatnya. Jadi kalau ada niat unjuk rasa lagi sesungguhnya sudah tidak relevan lagi," kata Rikwanto.

Dia menghimbau sebaiknya tidak usah ada unjuk rasa kembali dan lebih baik kawal kasus Ahok.

Namun, ia menegaskan pihaknya tetap menghormati demokrasi apabila terjadi unjuk rasa kembali.

Ia menyatakan terdapat undang-undang yang memperbolehkan tetapi unjuk rasa tidak boleh anarkis, tidak boleh merusak, dan tidak boleh menganiaya satu sama lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar