"Apa rasanya menjadi anak koruptor?" Pertanyaan tersebut selalu menarik untuk dicari jawabannya.
Apalagi, jika pertanyaannya adalah, "apakah perilaku koruptif orangtua akan turun ke anaknya?".
Untuk pertanyaan pertama, mungkin hanya sang anak yang tahu pasti jawabannya. Namun jawaban atas pertanyaan kedua dapat dianalisis.
Psikolog Anna Surti Ariani berpendapat, seorang anak narapidana kasus korupsi akan memiliki sifat koruptif di kemudian hari, namun itu bergantung pada beberapa hal.
"Utamanya adalah bergantung pada penghayatan keluarga itu sendiri. Ada keluarga yang menyesal dan malu," ujar Anna dalam acara diskusi di Kantor KWI, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2017).
Artinya, anggota keluarga merasa apa yang dilakukan kepala keluarga mereka adalah salah. Dengan penghayatan demikian, Anna berpendapat, sang anak kemungkinan akan berusaha tidak mengulangi perbuatan yang dilakukan ayahnya.
"Anak akan sangat menyesali dan berpikir, 'apa yang harus saya lakukan agar saya di kemudian hari tidak sama seperti ayah saya'. Saya pernah menangani kasus seperti ini," ujar Anna.
Namun, ada pula anggota keluarga yang membabi buta membela orangtuanya yang tersandung perkara korupsi.
Untuk klasifikasi ini, Anna mengatakan, si anak berpotensi melakukan tindakan koruptif di kemudian hari. Sebab, dia tidak melihat kesalahan sang orangtua menjadi sebuah persoalan.
Namun, yang jauh lebih penting adalah bagaimana lingkungan harus bersikap terhadap keluarga koruptor.
"Lingkungan harus merangkul mereka agar tetap menjadi anggota masyarakat yang baik. Agar mereka tidak melakukan hal yang sama dengan orangtua," ujar Anna.
"Lingkungan juga harus berusaha mencari sisi baik dari keluarga ini dan mengesampingkan sisi buruknya. Dengan begitu keluarga ini merasa tetap diterima dengan baik dan akan berimbas pada perilaku yang baik pula," kata dia.
19 Jul 2017
Apa rasanya menjadi anak koruptor?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar