21 Jun 2016

Tidak Percaya Media, Berita Kurang Mendidik dan Tidak Berimbang

Media Tidak Berimbang dan Kurang Mendidik Jadi Tantangan Kedepan


topikindo.com - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme bekerja sama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme NTT melakukan Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme di Hotel Neo Kupang. Kegiatan ini diikuti pimpinan media, wartawan, tokoh agama, tokoh masyarakat, mahasiswa dan tokoh pemuda di Kupang.

Berita yang Mendidik. Sasaran utama kegiatan ini adalah para wartawan yang melakukan tugas jurnalistik, yaitu mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia (UU Pers No. 40/1999).

Pada kesempatan itu, Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo memaparkan panduan meliput terorisme bagi jurnalis, antara lain tidak diperbolehkan lagi siaran langsung dalam peliputan terorisme. Media diminta tidak menceritakan detail dan memuat foto korban atau pelaku teroris yang keji. Peliputan yang berlebihan justru akan menyampaikan pesan-pesan dari teroris.

Menurut dia, meliput dan memberitakan terorisme harus menjadi bagian dari perang terhadap terorisme. Untuk itu, pers harus mengingatkan dan membantu menemukan akar terorisme yang tumbuh di masyarakat.

Apa yang disampaikan Ketua Dewan Pers tentu merupakan koreksi atas pola peliputan media selama ini tentang aksi terorisme. Sadar atau tidak, maraknya aksi terorisme di Indonesia membuat isu terorisme selalu menjadi trending topic atau headline dalam pemberitaan media. Para wartawan seolah- olah menghayati adagium lama yang mengatakan, good news is bad news.

Aksi terorisme seolah-olah menjadi berita yang ditunggu-tunggu oleh media karena menarik dan memiliki nilai jual tinggi. Satu kasus terorisme bisa menjadi headline di media cetak selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Media online dan televisi lebih heboh lagi. Berita terorisme selalu diupdate setiap menit bahkan detik secara realtime. Televisi sampai menyelenggarakan siaran langsung tentang pengepungan teroris oleh kepolisian. Berita tentang terorisme terasa begitu nikmat.
Di sisi lain, berita-berita itu bukannya membuat aksi terorisme hilang, tetapi kenyataannya aksi terorisme semakin subur.

Peliputan oleh media bukannya membuat malu para pelaku, melainkan membuat mereka bangga bisa menjadi news maker. Masyarakat, sebagai dampak dari pemberitaan yang detail tentang terorisme, seolah-olah diajak untuk mencari tahu tentang cara-cara yang dilakukan teroris bahkan mereka pun mengidolakan teroris dan mau menjadi teroris.

Para wartawan dan media mesti menyadari hal ini dan mau mengubah pola pemberitaannya. Pemberitaan media jangan sampai menyuburkan terorisme, melainkan ikut memberantasnya. Bagaimana caranya? Media harus bisa membuat berita-berita yang mendidik dan membuat masyarakat sadar bahwa terorisme itu buruk, jangan diikuti bahkan harus diberantas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar